Teruntuk, Seseorang yang Kucintai Tapi Menggores Luka Berkali-kali

10 tahun silam, kamu datang menawarkan diri sebagai imam. Sampai hari ini, rasa cintaku tak pernah padam namun terpaksa kuredam. Masih ingatkah kamu, bagaimana kita menjalani hari dan kehidupan yang mudah, meski banyak rintangan hampir bikin kita ingin menyerah?

Maaf, kali ini aku yang lebih dulu angkat tangan sebab hati dan tubuhku sudah lelah. Berulang-ulang, kamu anggap aku sampah, sesering itu pula aku meyakinkan diri bahwa rumah tangga kita sekadar diuji. Tolong, jika kamu punya hati, jawab; mengapa aku harus tetap bertahan, ketika kamu justru menginginkan perpisahan?

Tangan kokohmu yang kuharap mampu menopang kurang dan lemahku, kerap menyentuh tubuhku dengan kasar. Pukul, tampar, tonjok, tendang … Itu yang berulang kamu lakukan, tanpa pernah bisa aku melawan, apalagi menggencarkan balasan. Aku – sekadar menerima segalanya dengan tangisan.

Tuhan, katanya Engkau membenci perpisahan. Tapi, bagaimana kalau dengan bersama justru menancapkan kesakitan-kesakitan? Bagaimana jika kami tetap dalam satu atap, justru sekadar memberi trauma pada anak-anak yang setiap harinya melihat ibunya meratap? Bagaimana kami melanjutkan perjalanan, di jalan yang buntu?

Tertanda, wanita yang merasa rumah tangganya adalah neraka;

sebab ia menerima KDRT setiap harinya.

Website | + posts